Posts

Perjuangan Menjemput Matahari #2

Image
Ada sahabat yang ‘protes’ kemarin. Kenapa matahari? Kesannya susaaaah, mustahil. Ah, biarlah yaa.. Kun fa yakun. Kalau Tuhan sudah berkehendak, apa sih yang nggak mungkin? Hihi…. *pisss ko* Jadi, sebelum bulan puasa yang aku memutuskan ‘istirahat’ itu. Aku bertemu satu potongan penting puzzle perjuangan ini. Ada 2 anak kembar yang menjadi anak didik baru di Daycare tempat aku bekerja. Anak yang lucu-lucu itu, ternyata hasil program bayi tabung di RS. Siloam Surabaya. Perkenalan dengan Bunda Iva, Bunda dari 2 anak kembar itu, membuat ‘semangat juangku’ yang sempat redup kembali menyala. Dari beliau, aku dan suami menjadi tahu, bahwa biaya program bayi tabung yang sebelumnya kami beri label ‘tak terjangkau’ berubah menjadi ‘bisa diupayakan’. Dari sharing panjang lebar yang beliau tuliskan dan kirimkan ke email, sepertinya membuat suamiku yakin untuk mengupayakan program tersebut. Sementara aku, masih agak ragu, antara iya dan tidak, antara ‘eman2′ dan pengen. Duh. Leb

Perjuangan Menjemput Matahari #1

Matahari. Bagiku, adalah suatu simbol harapan, simbol tujuan, simbol cita-cita, simbol sesuatu yang amat sangat ingin aku gapai. Dan 'tagline' menjemput matahari, adalah ungkapan yang menurutku cukup mewakili usaha yang selama ini aku dan suamiku lakukan, untuk bisa mendapatkan kepercayaan langsung dari Tuhan, berupa titipan keturunan. Jujur, tak mudah bagiku untuk menuliskan pengalaman ini. Kadang masih sangat terasa 'ngilu' setiap kali mengingat segala upaya yang telah kami lalui, yang hingga kini, belum membuahkan hasil yang sangat kami harapkan. Namun, kesadaran bahwa kami tidak sendirian, bahwa di ujung bumi yang lain ternyata begitu banyak pasangan yang senasib dengan kami, menguatkan aku untuk sekedar berbagi tulisan ini. Siapa tahu, pengalaman kami, segala proses yang membawa kami sampai di titik sekarang ini, dapat memberi manfaat atau setidaknya dukungan moral, bagi pasangan-pasangan lain yang juga sedang berjuang untuk menjemput matahari mere

Semua Karena Jokowi!

Image
Semalam, setelah makan malam, aku menuju SPBU Sagan untuk isi bbm di motor yang memang sudah mau habis. Kaget bin heran melihat tulisan ‘Pertamax Habis’ dipasang di salah satu pompa pengisian (biasanya kan premium yang habis). Tanpa banyak tanya, saya langsung meluncur ke  SPBU di selatan Karita. Setelah isi bbm, langsung pulang. Sampai di rumah, baru tahu kalau BBM sudah resmi dinaikkan. Langsung deh,  buka-buka timeline medsos yang tentu saja ramai dengan berbagai komentar pro dan kontra. Daaan…, ada satu benang merah yang cukup menarik dari sekian banyak komentar, opini atau sekedar curcol yang berseliweran, hehe. Mau tahu apa? Ternyata, sebagian besar netizen (baik yang pro maupun yang kontra) belum sepenuhnya ‘move on’ dari isu Pilpres 2014 *nyengir*. Netizen bagai kembali terpecah menjadi dua atau mungkin tiga. Pendukung Jokowi, bukan pendukung Jokowi dan satu lagi ‘barisan sakitnya tuh di sini’. Kok bisa? Ya bisa lah, ini buktinya saya bisa nulis begini :p *

Anak-anak yang Anarkis, Salah Siapa?

Belakangan, ramai diberitakan tentang aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak. Kasus kekerasan dalam video amatir tentang anarkisnya beberapa anak di sebuah SD di Bukittinggi adalah salah satu contoh yang paling baru saat ini. Kenapa ya kok anak-anak -yang 'seharusnya' polos itu- bisa bertindak sedemikian kejam? Pertanyaan paling umum yang biasanya pertama kali secara reflek terfikir adalah salah siapa?   Apakah salah sekolah yang membiarkan anak-anak kurang terawasi? Apakah salah sistem pendidikan yang dirancang pemerintah? Apakah salah para guru? Apakah salah lingkungan? dan sebagainya. Bagaimanapun, anak tetaplah anak. Secara usia kronologis dan usia mental, mereka tetaplah individu-individu yang belum dewasa. Jadi, seperti yang dikatakan oleh Kak Seto, apapun kesalahan yang mereka lakukan, anak-anak tetap tidak bisa sepenuhnya disalahkan.

Sedekah Rombongan, Berbagi Tak Perlu Mikir!

Image
Sampaikan titipan langit, tanpa rumit, sulit dan berbelit-belit. Tagline situs SedekahRombongan itu, langsung menusuk batinku saat aku membacanya pertama kali entah sekian waktu silam. Bagaimana tidak, duluuu, aku masih suka mikir sedikit kalau mau sedekah. Zakat sih karena perhitungan dan aturannya sudah jelas, sudah pasti disiapkan. Tapi sedekah yang aturannya sesuka hati malah terkadang terasa berat untuk dilaksanakan. Belum lagi bingung mau disalurkan kemana, kira-kira mau digunakan untuk apa dan pertanyaan-pertanyaan lain yang justru membuat sedekah sering tertunda atau malah tidak jadi terlaksana.

Nama Baik

Image
Aku lupa (atau bahkan tak pernah tahu), dari mana aku mendapat kisah singkat yang inspiratif banget ini. Aku sangat sangat suka dan selalu ingin membaginya, karena itu duluuu kisah sederhana ini aku publish di blog pertamaku, lalu aku publish di facebook-ku dan sekarang akan aku publish di sini. -------------------- Alkisah pada suatu ketika, Angin, Air dan Nama Baik sedang mengadakan perjalanan bersama-sama. Angin, biasa datang terburu-buru seperti orang yang sedang marah. Bisa melompat di sini dan menendang debu di sana. Air berjalan dalam bentuk seorang putri. Ia selalu membawa kendi ditangannya, meneteskan beberapa air di atas tanah sekitarya. Nama Baik berwujud dalam seorang pemuda yang tampan dengan sikap-sikap yang baik, namun sedikit pemalu. Mereka saling menyukai, meskipun mereka sangat berbeda satu sama lain. Ketika mereka harus berpisah, mereka bertanya, “Kapan kita bisa bertemu untuk mengadakan perjalanan yang lain lagi?” Angin menjawab, “Engkau akan sel

... maafkan aku...

bila ternyata aku tak setegar karang seperti yang pernah ku janjikan bila ternyata aku selemah perdu yang mudah tersapu badai bila ternyata aku tak mampu melangkah lebih jauh bila ternyata aku tak kuat menahan karena terlalu rapuh meski tlah sekuat tenaga ku coba ternyata kemampuanku hanya segini saja maafkan aku bila nantinya ternyata tak mampu menjagamu sampai tua