Anak-anak yang Anarkis, Salah Siapa?

Belakangan, ramai diberitakan tentang aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak. Kasus kekerasan dalam video amatir tentang anarkisnya beberapa anak di sebuah SD di Bukittinggi adalah salah satu contoh yang paling baru saat ini. Kenapa ya kok anak-anak -yang 'seharusnya' polos itu- bisa bertindak sedemikian kejam? Pertanyaan paling umum yang biasanya pertama kali secara reflek terfikir adalah salah siapa?  Apakah salah sekolah yang membiarkan anak-anak kurang terawasi? Apakah salah sistem pendidikan yang dirancang pemerintah? Apakah salah para guru? Apakah salah lingkungan? dan sebagainya.

Bagaimanapun, anak tetaplah anak. Secara usia kronologis dan usia mental, mereka tetaplah individu-individu yang belum dewasa. Jadi, seperti yang dikatakan oleh Kak Seto, apapun kesalahan yang mereka lakukan, anak-anak tetap tidak bisa sepenuhnya disalahkan.



Jadi, salah siapa? Sekolah salah, mungkin iya. Sistem pendidikan salah, mungkin juga begitu. Guru dan lingkungan, bisa jadi iya juga. Tapi, andil sekolah, guru, lingkungan bahkan sistem pendidikan, masih perlu dibuktikan dan dikaji. Sebab, tak semua anak-anak menjadi anarkis dan kejam bukan?
Marilah kita simpan telunjuk. Berhenti menuding. Lalu tanyakan pada diri sendiri, apakah kita sudah memberikan keluarga yang baik bagi anak-anak kita? Seperti diketahui, keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi setiap anak. Itu artinya, secara tidak langsung, anak-anak adalah hasil bentukan setiap keluarganya.

Alhamdulillah kalau Anda sudah memberikan lingkungan keluarga yang kondusif untuk tumbuh kembang anak-anak Anda. Dimana anak dapat berkembang dengan nyaman, belajar saling menghargai dan menghormati, mendapat contoh untuk saling mengasihi. Tapi mari sejenak kita melihat fakta pada keluarga masa kini secara umum.

Tak sedikit anak-anak yang 'dibesarkan' oleh televisi, dibiarkan menonton aneka tayangan tv tanpa diseleksi dan didampingi, yang penting anak diem. Tak sedikit anak-anak yang terlalu akrab dengan gadget untuk memainkan aneka game yang berbasis 'pukul-pukulan', tak ada batasan tak ada pengawasan, yang penting anak anteng. Tak sedikit anak-anak yang secara tak sadar ditimang oleh doktrin 'siapa yang nakal nak? nanti mama pukul ya' untuk sekedar menghentikan tangisnya ketika si anak sedang mengalami konflik dengan temannya. Tak jarang orangtua yang memenuhi keinginan anaknya ketika si anak meminta dengan mengamuk, hanya demi tujuan si anak segera diam. Jadi, kalau anak anarkis, itu salah siapa?

Mungkin para orangtua, yang bersedia punya anak, tapi tak bersedia untuk 'repot' mendidik anak-anaknya. Mungkin karena mereka terlalu sibuk untuk memenuhi segala hal yang katanya 'kebutuhan' anak (terutama yang bersifat materi). Mungkin juga karena mereka terlalu sibuk untuk mengejar apa yang mereka impikan. Tapi ini hanya kemungkinan saja, bisa jadi saya salah kan? ^.^

Comments

Popular posts from this blog

aku tempatmu kembali

Perjuangan Menjemput Matahari #2

Perjuangan Menjemput Matahari #1