Skip to main content

Semua Karena Jokowi!

Semalam, setelah makan malam, aku menuju SPBU Sagan untuk isi bbm di motor yang memang sudah mau habis. Kaget bin heran melihat tulisan ‘Pertamax Habis’ dipasang di salah satu pompa pengisian (biasanya kan premium yang habis). Tanpa banyak tanya, saya langsung meluncur ke  SPBU di selatan Karita. Setelah isi bbm, langsung pulang. Sampai di rumah, baru tahu kalau BBM sudah resmi dinaikkan.

Langsung deh,  buka-buka timeline medsos yang tentu saja ramai dengan berbagai komentar pro dan kontra. Daaan…, ada satu benang merah yang cukup menarik dari sekian banyak komentar, opini atau sekedar curcol yang berseliweran, hehe. Mau tahu apa?

Ternyata, sebagian besar netizen (baik yang pro maupun yang kontra) belum sepenuhnya ‘move on’ dari isu Pilpres 2014 *nyengir*.

Netizen bagai kembali terpecah menjadi dua atau mungkin tiga. Pendukung Jokowi, bukan pendukung Jokowi dan satu lagi ‘barisan sakitnya tuh di sini’. Kok bisa? Ya bisa lah, ini buktinya saya bisa nulis begini :p *dikeplakduit*.

Yang bukan pendukung Jokowi, seperti menangkap momen kenaikan harga BBM ini sebagai kesempatan emas untuk kembali menyuarakan segala hal negatif, meneriakkan 1001 alasan bahwa kebijakan ini tidak bijak. Sementara yang pendukung Jokowi, langsung tanggap dan pasang badan membela Jokowi, meski mungkin di balik layar sebagian kecil dari mereka juga perlu penyesuaian keuangan yang ketat. Untuk grup bukan pendukung Jokowi, pokoknya Jokowi harus/pasti salah. Sedangkan untuk grup pendukung Jokowi, Jokowi tidak akan salah, tidak boleh salah dan apapun yang dikatakan pasti baik dan benar. Jadinya yaaa begitulah, dua kubu itu sama saja. Tapi sama-sama merasa paling benar dan yang tidak sependapat pasti salah. Eh sampai-sampai ada lho ungkapan ‘protes kenaikan bbm sama dengan mental kere‘, its sounds like ‘kalau sampe kalah pasti dicurangi‘, aduh!

Lalu, bagaimana dengan grup ketiga? Nah, mungkin saya termasuk dalam ‘barisan sakitnya tuh di sini’. Bagaimana nggak sakit? Meski saya itu bukan pendukung Jokowi, tapi saya juga bukan anggota ‘bukan pendukung Jokowi’ (nah loh, bingung nggak bacanya?). Saya itu hanya percaya kalau Pak Joko Widodo itu orang baik, orang yang mungkin langka, dan karena itu saya menaruh harapan agak berlebihan terhadap beliau. Saya kira (harapkan mungkin lebih tepat ya), Pak Jokowi dan tim, akan menemukan solusi yang lebih solutif dan tidak memilih keputusan yang sama dengan pendahulunya. Eh, jebule podho ae. Maaf ya, berhubung saya ini orang awam, ndak ngerti itu itungan ekonomi makro yang njelimet, ndak paham itu urusan teknologi atau apalah, ijinkan saya memberi penilaian yang mungkin sangat subyektif dan bisa saja tak valid, yaitu: untuk urusan  subsidi bbm dan segala bentuk kompensasinya (terutama yang kartu-kartu itu), Jokowi dan tim belum memberikan gebrakan yang saya bayangkan (harapkan mungkin). Jokowi sama saja dengan pendahulunya. Yang saya inget, dulu kelompok yang membawa Jokowi sangat menentang kebijakan menaikkan harga bbm karena mereka katanya sangat pro rakyat kecil, tapi sekarang malah…

Nah, jadi curcol kan saya, hihi.

Trus, yang bikin gemes lagi, ada satu fenomena yang cukup membahayakan menurut saya. Itu lho, barisan yang belum bisa ‘move on’, kok seperti mulai mengalami fanatisme berlebihan ya? Apa ini hanya perasaanku? Mereka jadi seperti lebih melihat ‘siapa’ dan tidak melihat ‘apa’. Kalau idolanya yang bicara, wes apapun itu, pasti benar, kalau nggak benar yang dibuatkan alasan biar terlihat benar. Kalau tidak logis ya dibuatlah opini biar menjadi logis. Sebaliknya, kalau bukan idolanya yang bicara, walaupun yang disampaikan itu benar, selalu disikapi dengan curiga berlebihan, ditelanjangi ramai-ramai, di-sinis-i dan seterusnya. Saya jadi kuatir, mungkinkah sebentar lagi kita kehilangan akal sehat karena cinta atau benci berlebihan?

Yuk, ah! Sekarang ini kita sudah tidak perlu terkotak-kotak lho. Kita itu sama-sama berstatus warga negara, jadi suara kita, baik yang pro maupun yang kontra, dulunya milih Jokowi atau Prabowo atau golput, punya nilai yang sama. Jadi, apapun pendapat yang diungkapkan, mbok ya ndak usah dilabeli dengan pengkotakan, seperti kalau pro dilabeli pendukung Jokowi dan kalau kontra dilabeli bukan pendukung Jokowi (bahkan dilabeli pendukung Prabowo). Kita itu sekarang sama. Sama-sama rakyatnya Presiden Jokowi. Jadi kalau misal saya protes atas kenaikan bbm, ya itu bukan berarti saya nggak suka dipimpin Jokowi. Yang saya kritik bukan Jokowinya, tapi kebijakannya. Yang saya protes bukan ‘siapa’nya tapi ‘apa’nya.

Etapi kemudian ada yang nyeletuk, ‘kalau situ gak benci Jokowi, situ pasti gak protes, kan Jokowi pasti sudah mikir baek2.’ Iyaaa, saya tahu Pak Jokowi dan tim sudah mikir baik-baik. Tapi mereka tetap butuh kita untuk mengkritisi dan mengawasi. Kalau kitanya madep mantep manut doang, mereka tidak akan lebih baik. :)

-curcolnyaiburumahtanggayangpinterngomelsaja-

Comments

Popular posts from this blog

aku tempatmu kembali

Perjuangan Menjemput Matahari #2

Perjuangan Menjemput Matahari #1